Aspirasi vs Ambisi
Konsep
membentuk mental juara bukanlah dengan menuntut kita untuk selalu menjadi
juara. harus hati-hati agar me-motivasi kita tidak dilakukan dengan cara
memaksa. Seringkali kita merasa bangga saat diri kita memenangkan sesuatu,
sehingga yang dikejar adalah hasil, bukan proses. Hal tersebut yang bisa
menciptakan kita ambisius, di mana kita hanya akan berorientasi pada pencapaian
hasil. Apabila kita memahami pentingnya proses maka akan tercipta aspirasi di
dalam diri kita. kita yang memiliki aspirasi akan terinspirasi dan termotivasi
untuk senantiasa melakukan yang lebih baik lagi.
Pada diri kita
yang ambisius, kita akan sangat keras berusaha mencapai sesuatu akan tetapi di
lain pihak kita akan cepat puas dan bangga pada yang diperolehnya dan berhenti
hanya sampai di situ. Berbeda dengan aspirasi yang bersifat jangka panjang
dibanding ambisi. Hal terpenting bukanlah menjadi juaranya, tetapi bagaimana
usaha kita untuk mencapainya. kita tidak harus selalu menjadi juara, tetapi
menjadi lebih baik dari yang dia lakukan selama ini. Sehingga kita lebih
percaya diri dan siap menghadapi tantangan.
Mental juara
dapat dibentuk dan dilatih sejak saat ini, terutama begitu kita mulai
berinteraksi dengan dunia sekitarnya.dalam hal ini lingkungan sosial amat
berpengaruh. Berikut ini tahap perkembangan dalam melatih mental juara:
Awal
kehidupan kita ditandai dengan adanya trust (percaya) dan mistrust
(ketidakpercayaan).
Trust atau rasa percaya menunjukkan adanya perasaan kenyamanan fisik dan
sedikit rasa takut. Trust pada diri kita membentuk harapan dalam kehidupan
bahwa dunia ini merupakan tempat yang nyaman. Jika kita tidak merasa nyaman
dengan lingkungannya maka yang berkembang adalah rasa mistrust. Dalam membentuk
mental juara dan memotivasi kita harus mementingkan kenyamanan dan kebahagiaan
jangan sampai kita merasa terpaksa dan tidak enjoy terhadap apa yang
dilakukannya.
Pada
tahap awal ditandai dengan autonomy (otonomi atau kebebasan pribadi),
shame (rasa malu) dan doubt (ragu-ragu).
Pada masa ini
kita mulai menemukan dan mengembangkan tingkah laku. Jika kita diberi
kesempatan untuk mencoba maka akan muncul otonomi. Tetapi jika kita banyak
diarahkan dan dilarang maka kita akan menjadi kita yang pemalu atau ragu-ragu.
Pada usia ini cukup ideal untuk melepas kita memecahkan masalahnya sendiri,
yang merupakan salah satu cara membentuk mental juara.
Pada masa
tahap selanjutnya dengan initiative (inisiatif) dan guilt (rasa
bersalah).
kita belajar untuk
bertanggungjawab atas berbagai hal, Berkembangnya rasa tanggung jawab akan
menanamkan rasa inisiatif pada kita. Sebaliknya akan muncul kita yang memiliki
rasa bersalah dan cemas karena tidak memiliki rasa tanggung jawab dan tidak
diberi kesempatan untuk mandiri. Pengalaman dari lingkungan akan menjadikan
kita memiliki rasa percaya pada dunianya, mandiri, penuh inisiatif, dan siap
menghadapi apapun dalam dunianya. Hal-hal inilah yang merupakan esensi mental
juara.
Dalam membentuk mental juara
serta memotivasi diri ada beberapa hal yang perlu diwaspadai yaitu jika kita
sering menjadi juara:
- kita yang selalu atau sangat
sering menjadi juara kerap menjadi lebih down ketika mengalami kegagalan.
Terlebih lagi jika orang-orang di sekitarnya bersifat menyalahkan, kita bisa
merasa tidak berharga dan tidak dicintai lagi karena sudah gagal. Hal
tersebut yang biasanya terjadi apabila lingkungan kita lebih mengutamakan hasil
daripada proses, akibatnya penghargaan diri kita menjadi relatif rendah.
- Munculnya sifat angkuh atau
sombong pada diri kita yang sering menjadi juara. Sekecil apapun pencapaian
kita perlu dihargai. Di sisi lain apa yang menjadi kelemahan atau kekurangan
kita perlu dievalusi dan dicari solusinya. Pujian maupun evaluasi hendaknya
diberikan secara proporsional. Dengan demikian kita tidak menjadi sombong
tetapi masih mau berusaha untuk lebih baik di kesempatan yang akan datang.
- Adanya sifat individualis kita
perlu dihindari ketika menanamkan mental juara. kita bermental juara justru
mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. kita yang menghargai dirinya
sendiri berdasar proses, biasanya juga akan menghargai orang lain. kita perlu
belajar memahami siapa dirikita, mengetahui kita akan bisa mandiri tanpa melupakan
hakikatnya sebagai makhluk sosial.
Mental juara pada kita dapat
dibentuk atau dilatih oleh siapapun, termasuk diri kita yang pernah gagal atau
tidak terlalu sukses. Apabila orangtua bisa memiliki kepribadian yang positif
dan memiliki motivasi serta keinginan untuk mengembangkan kitanya dalam
lingkungan yang sehat dan tidak ada paksaan, diharapkan kita bisa tangguh
menghadapi tantangan dan mempunyai mental juara karena setiap kita mampu
menjadi juara.